
Bentan.co.id – Direktur Eksekutif Indo Barometer, M. Qodari, memperkenalkan narasi menarik seputar bursa ketua umum (ketum) Partai Golkar di Musyawarah Nasional (Munas) yang akan digelar pada Desember 2024.
Dalam pandangannya, Qodari menyajikan cerita yang menggugah, khususnya mengenai sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terlibat dalam dinamika politik partai berlambang pohon beringin tersebut.
Qodari menegaskan bahwa kontestasi kepemimpinan di Partai Golkar kali ini sungguh menarik, terutama dengan kemungkinan Jokowi memimpin partai tersebut. Meski begitu, pandangan Qodari memiliki keunikannya sendiri.
“Partai Golkar adalah magnet yang tak bisa diabaikan dalam dunia politik, terlebih saat nama Pak Jokowi dikaitkan dengan kursi ketua umum. Namun, saya punya pandangan yang berbeda,” ujar Qodari pada Selasa (12/3).
Menurut Qodari, keberadaan Jokowi tidak akan mengubah arah politik Partai Golkar, dan beliau tetap akan menjadi figur yang lebih tinggi dari ranah partai politik.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, juga telah menyebut beberapa nama sebagai kandidat potensial untuk mengisi kursi ketua umum Partai Golkar.
Nama-nama tersebut antara lain Airlangga Hartarto, Bambang Soesatyo sendiri, Bahlil Lahadalia, dan Agus Gumiwang Kertasasmita.
Qodari turut menyampaikan pandangannya yang berbeda dari analisis yang berkembang seputar nama-nama tersebut. Ia menyoroti satu nama lain yang juga memiliki potensi besar, yaitu Gibran Rakabuming Raka.
“Menurut saya, di luar keempat nama yang disebutkan oleh Bamsoet, ada satu calon yang sangat potensial, yaitu Gibran Rakabuming Raka,” ungkap Qodari.
Alasan utama yang membuat putera sulung Presiden Jokowi ini layak memimpin Partai Golkar adalah kedekatannya dengan posisi strategis sebagai wakil presiden yang akan dilantik secara resmi pada Oktober 2024.
Qodari menjelaskan bahwa karakteristik Partai Golkar selalu memiliki hubungan yang erat dengan pemerintahan. Sebagai contoh, Jusuf Kalla pernah menjabat sebagai wakil presiden dan ketua umum Golkar pada periode sebelumnya.
“Saya melihat bahwa Partai Golkar memiliki kecenderungan kuat untuk terlibat dalam pemerintahan, termasuk menduduki posisi wakil presiden, karena Golkar selalu berorientasi pada keterlibatan aktif dalam pemerintahan,” jelasnya.
Alasan kedua yang disampaikan Qodari adalah perlunya orientasi baru dari Partai Golkar yang lebih mengedepankan pemimpin dari kalangan muda, mengingat mayoritas pemilih berasal dari generasi muda.
“Dengan dipimpin oleh anak muda seperti Gibran, Partai Golkar dapat menarik pemilih dari segmen generasi milenial dan Z secara lebih signifikan,” tandas Qodari.
Pendapat Qodari ini tentu menjadi sorotan menarik mengenai dinamika politik di Indonesia, khususnya dalam konteks persaingan kepemimpinan di Partai Golkar.(*/Don)
Editor: Don