Bentan.co.id – Proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun 2025 di Provinsi Kepulauan Riau terus menjadi perhatian Ombudsman RI Perwakilan Kepri.
Melalui Keasistenan Pencegahan Maladministrasi, Ombudsman Kepri melakukan pemantauan ke sejumlah lokasi posko verifikasi di Kota Batam.
Beberapa sekolah yang menjadi titik pengawasan antara lain SMAN 3, SMKN 7, SMAN 5, dan SMKN 1 Batam.
Pengawasan juga dilakukan di jenjang pendidikan dasar dan menengah pertama, khususnya di wilayah Batam.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kepri, Lagat Siadari mengatakan secara umum proses verifikasi berjalan cukup baik.
Namun, ia mencatat ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan agar proses penerimaan berjalan lebih tertib dan adil.
Menurutnya, beberapa petugas verifikasi memiliki pemahaman yang tidak seragam dalam memeriksa dan memvalidasi dokumen. Ini bisa menimbulkan kesalahan prosedur yang berpotensi merugikan peserta.
“Verifikator sebaiknya berpedoman pada petunjuk teknis (juknis) dan berkonsultasi ke panitia atau Dinas Pendidikan jika ragu,” ujar Lagat.
Ombudsman menemukan bahwa beberapa ketentuan di juknis yang dikeluarkan Dinas Pendidikan belum sepenuhnya sesuai dengan Permendikdasmen No. 3 Tahun 2025.
Salah satu contohnya adalah ketentuan soal Kartu Keluarga (KK) di bawah 1 tahun yang masih dipakai sebagai syarat utama, meski regulasi pusat memberikan pengecualian untuk kondisi tertentu.
Ombudsman juga menemukan adanya penyebaran informasi di salah satu kelurahan bahwa surat domisili dari RT/RW bisa digunakan untuk pendaftaran, padahal ketentuan menyatakan hanya KK yang berlaku.
Beberapa sekolah seperti SMAN 3, SMAN 5, SMAN 8, SMKN 1, SMKN 5, dan SMKN 7 Batam menerima jumlah pendaftar yang melebihi kapasitas. Ombudsman meminta tidak ada penambahan kuota secara tiba-tiba.
“Solusinya adalah penyaluran ke sekolah lain yang masih memiliki daya tampung, baik negeri maupun swasta,” tambah Lagat.
Ombudsman Kepri juga menyoroti beberapa aspek dalam perencanaan awal yang bisa memicu maladministrasi, seperti pemetaan peserta didik belum maksimal, khususnya kelompok afirmasi dan berdasarkan domisili.
Kemudian, koordinasi antar instansi kurang efektif, seperti antara Dinas Pendidikan, Disdukcapil, Dinsos, hingga tingkat kelurahan.
Serta penyusunan juknis belum optimal, sehingga dokumen persyaratan masih sulit divalidasi secara konsisten pada SPMB 2025.(*)
Editor: Don