Asosiasi Pekerja Desak UMP Tahun 2022 Naik 7-10 Persen

Asosiasi Pekerja Desak UMP Tahun 2022 Naik 7-10 Persen
Asosiasi Pekerja Desak UMP Tahun 2022 Naik 7-10 Persen. (Foto istimewa)
Asosiasi Pekerja Desak UMP Tahun 2022 Naik 7-10 Persen
Asosiasi Pekerja Desak UMP Tahun 2022 Naik 7-10 Persen. (Foto istimewa)

Bentan.co.id – Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mendesak Pemerintah untuk tidak memaksakan penetapan upah minimum tahun 2022 hanya berdasarkan pada Undang Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja maupun peraturan turunannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

Pimpinan Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, Mirah Sumirat menuntut kenaikan upah minimum tahun 2022 sebesar 7% – 10%, berdasarkan pada hasil survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dilakukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di 24 Provinsi, dengan menggunakan 60 komponen KHL.

“Hasil survey KHL KSPI menunjukkan bahwa besaran kenaikan upah minimum tahun 2022 yang paling layak adalah sebesar 7% sampai dengan 10%,” ujar Mirah Sumirat, Selasa (9/11/2021).

Ia menekankan bahwa Undang Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih dalam proses sidang gugatan di Mahkamah Konstitusi. Sehingga segala peraturan turunannya, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan seharusnya dikesampingkan dan tidak dipaksakan untuk diberlakukan.

Ia mendorong meminta Pemerintah untuk menetapkan kenaikan upah minimum tahun 2022, dengan tetap menggunakan formula perhitungan kenaikan upah minimum berdasarkan Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Kenaikan Upah Minimum harus berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL), produktivitas dan pertumbuhan ekonomi,” jelas Mirah Sumirat.

Pemerintah kata dia telah menerbitkan peraturan pengupahan yang semakin rendah dan merugikan pekerja. Jika berdasarkan Undang Undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003, kenaikan upah minimum harus dihitung berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL), produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Pada 2015, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang menghilangkan mekanisme survey KHL, sehingga formula kenaikan upah minimum hanya berdasarkan akumulasi tingkat inflasi dan angka pertumbuhan ekonomi.

Kemudian pada 2021, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan aturan turunan dari Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang kembali mengurangi dasar perhitungan kenaikan upah minimum hanya berdasarkan variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi (bukan akumulasi).

ASPEK Indonesia yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pada tanggal 9 dan 10 November 2021, menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Kantor Gubernur dan DPRD Provinsi DKI Jakarta.

“Tuntutan aksi kali ini adalah hentikan intervensi Mendagri kepada kepala daerah dalam penetapan upah minimum tahun 2022, naikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK/K) sebesar 7% – 10%, berlakukan Upah Minimum Sektoral 2021, batalkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja; dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tanpa UU Cipta Kerja,” pungkas Mirah Sumirat.

(*/Don)

Dapatkan berita terkini dan terpercaya. Jangan ketinggalan like, follow, dan aktifkan notifikasimu sekarang: Fanspage Bentan.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *