Tanjungpiang – Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad mengungkapkan bahwa tingginya angka pengangguran terbuka di Kepri salah satunya dipengaruhi oleh banyaknya pencari kerja yang datang dari luar daerah.
Hal ini disampaikan Ansar saat menghadiri Musyawarah Provinsi (Musprov) VI Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) Kepri di Aston Hotel Tanjungpinang, Sabtu (11/10/2025).
Menurutnya, Kepri memiliki banyak daya tarik bagi para pencari kerja, baik dari dalam maupun luar daerah. Selain lokasinya yang strategis di jalur pelayaran internasional, Kepri juga memiliki kawasan perdagangan bebas (Free Trade Zone/FTZ) di Batam, Bintan, dan Karimun.
“Batam, misalnya, seluruh wilayahnya termasuk dalam kawasan FTZ. Itu sebabnya banyak investor masuk, dan otomatis para pencari kerja juga datang dari berbagai daerah,” jelas Ansar.
Namun, derasnya arus tenaga kerja dari luar daerah juga membawa tantangan tersendiri. Banyak dari mereka belum memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri di Kepri, sehingga berpengaruh terhadap tingkat pengangguran terbuka (TPT) di provinsi ini.
“Banyak yang datang dengan harapan dapat pekerjaan, tapi belum siap secara kompetensi. Ini yang perlu kita benahi,” kata Ansar.
Ia menilai perlunya aturan yang lebih jelas terkait arus masuk tenaga kerja, bukan untuk membatasi, tapi memastikan mereka yang datang benar-benar siap bersaing.
“Kita ingin pertumbuhan ekonomi seimbang dengan ketersediaan tenaga kerja yang kompeten,” tambahnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kepri, Diky Wijaya, menilai ada ambiguitas dalam data TPT yang menempatkan Kepri sebagai provinsi dengan pengangguran tertinggi kedua di Indonesia (6,6 persen setelah Papua).
Menurut Diky, angka itu tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi sebenarnya. Kepri justru memiliki kebutuhan tenaga kerja yang besar, terutama karena banyaknya perusahaan asing dan dalam negeri yang beroperasi.
“Kepri punya 26 ribu perusahaan PMA dan PMDN di 23 kawasan industri. Jadi sebenarnya kebutuhan tenaga kerja kita tinggi,” ujarnya.
Diky menambahkan, posisi geografis Kepri yang strategis juga menjadikannya magnet bagi pencari kerja dari berbagai daerah.
“Kepri ini seperti gula, manis dan banyak semut datang. Jadi wajar kalau arus pencari kerja tinggi,” katanya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, angka TPT Kepri terus menurun selama tiga tahun terakhir. Pada Februari 2023, TPT tercatat 7,61 persen dan turun menjadi 6,89 persen pada Februari 2025.
Secara jumlah, pengangguran turun dari 84,23 ribu orang menjadi 75,21 ribu orang dalam periode yang sama.
Penurunan terjadi di seluruh kabupaten/kota, termasuk Batam, Karimun, Tanjungpinang, Bintan, Natuna, Lingga, dan Kepulauan Anambas.
Sejak 2021 hingga 2024, Pemprov Kepri telah menyalurkan 71.182 tenaga kerja ke berbagai perusahaan. Dari jumlah itu, 36.013 laki-laki dan 35.169 perempuan.
Tahun 2021 menjadi tahun dengan penempatan tertinggi, yakni 26.167 orang. Angka ini disusul tahun 2023 dengan 16.550 orang dan hingga Mei 2024 mencapai 12.103 orang.
Sebagian besar penempatan terjadi di Kota Batam (41.916 orang) dan Kabupaten Bintan (24.603 orang).
Gubernur Ansar menyebut penurunan angka pengangguran tidak lepas dari peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Pemprov Kepri telah memberikan pelatihan keahlian kepada lebih dari dua ribu anak muda agar siap bersaing di dunia kerja.
Selain itu, pemerintah juga membangun Balai Latihan Kerja (BLK) dan UPT Pengembangan Produktivitas di kawasan FTZ Sei Bati, Karimun.
“Tujuannya agar anak-anak daerah punya tempat belajar keterampilan dan bisa bersaing secara profesional,” jelas Ansar.
Pemprov Kepri juga meluncurkan program Pemasangan Tenaga Kerja Dalam Negeri untuk membantu pencari kerja memperoleh pengalaman dan akses ke dunia industri.
Menurunnya angka pengangguran ikut berdampak pada penurunan jumlah penduduk miskin. Berdasarkan data BPS, penduduk miskin di Kepri turun menjadi 117,28 ribu orang pada Maret 2025, atau berkurang sekitar 7,6 ribu orang dibandingkan September 2024.
Persentase penduduk miskin kini berada di angka 4,44 persen — terendah sejak 2015. Kepri bahkan masuk empat besar provinsi dengan tingkat kemiskinan terendah secara nasional, dan yang terendah di Pulau Sumatera.
Namun, gini rasio atau tingkat ketimpangan pendapatan justru mengalami kenaikan. Pada 2025, gini rasio Kepri mencapai 0,382, naik dari 0,357 di tahun sebelumnya.
Kenaikan ini disebabkan peningkatan pendapatan yang lebih besar pada kelompok masyarakat berpenghasilan menengah dibanding kelompok berpenghasilan rendah.(*/Adv)
Editor: Don