Bentan.co.id, Tanjungpinang – Menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia (RI), rasanya pas kalau kita kembali menengok momen penting di balik tanggal 17 Agustus 1945.
Bukan cuma soal upacara bendera atau lomba-lomba seru tiap Agustus, tapi bagaimana kemerdekaan itu sebenarnya diperjuangkan.
Segalanya berubah cepat saat Jepang kalah perang. Pada 15 Agustus 1945, mereka menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, usai dua bom atom menghantam Hiroshima dan Nagasaki.
Kabar ini cepat menyebar ke Indonesia dan jadi pemicu penting bagi tokoh-tokoh pergerakan untuk segera bertindak.
Situasi saat itu bisa dibilang genting, tidak ada kekuasaan jelas yang memegang kendali.
Golongan muda melihat ini sebagai peluang emas, proklamasi harus dilakukan segera, tanpa menunggu Jepang.
Tapi golongan tua, termasuk Soekarno dan Hatta, lebih berhati-hati. Mereka ingin prosesnya tetap diplomatis, agar tidak menimbulkan kekacauan.
Ketegangan ini memuncak pada 16 Agustus 1945. Sejumlah pemuda “mengamankan” Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok, Karawang, supaya mereka tak lagi di bawah pengaruh Jepang. Tujuannya satu, deklarasikan kemerdekaan secepatnya.
Ahmad Soebardjo kemudian datang menyusul ke Rengasdengklok dan memberi jaminan bahwa proklamasi akan segera dilakukan. Soekarno dan Hatta pun kembali ke Jakarta sore harinya.
Malamnya, naskah proklamasi disusun di rumah Laksamana Maeda, perwira Angkatan Laut Jepang yang simpatik terhadap perjuangan Indonesia. Sekitar pukul tiga pagi, naskah rampung. Sayuti Melik lalu mengetiknya dengan sedikit revisi.
Esok paginya, 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, Soekarno membacakan naskah proklamasi di rumahnya, Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Upacaranya sederhana, tapi maknanya luar biasa besar.
Delapan puluh tahun sudah Indonesia merdeka. Namun, perenungan soal kemerdekaan tetap relevan.
Dulu, kemerdekaan diraih lewat perlawanan dan diplomasi. Sekarang, tugas kita adalah mengisi kemerdekaan itu dengan kerja nyata: membangun negeri, menjunjung keadilan sosial, dan memperkuat demokrasi.
Pertanyaannya, di HUT RI ke 80 tahun, apakah semangat proklamasi itu masih kita bawa hari ini? Apakah kita, sebagai warga negara, masih setia menjaga dan merawat kemerdekaan itu, bukan hanya lewat seremoni, tapi lewat sikap dan kontribusi nyata?.(*)
Editor: Don