Pemko Tanjungpinang Pastikan Skema Pinjaman Daerah untuk Kepentingan Publik

Pemko Tanjungpinang Pastikan Skema Pinjaman Daerah untuk Kepentingan Publik
Ilustrasi. Pemerintah Kota Tanjungpinang memastikan skema pinjaman daerah yang sudah berjalan tahun 2025 maupun rencana untuk 2026 akan sepenuhnya diarahkan bagi kepentingan masyarakat. F. Pexels.

Tanjungpinang – Pemerintah Kota Tanjungpinang memastikan skema pinjaman daerah yang sudah berjalan tahun 2025 maupun rencana untuk 2026 akan sepenuhnya diarahkan bagi kepentingan masyarakat.

Sekretaris Daerah Kota Tanjungpinang, Zulhidayat, menyampaikan hal itu dalam diskusi publik bertema “Pinjaman untuk Pembangunan, Solusi atau Beban Baru?” di kantor Ulasan Network, Jalan D.I. Pandjaitan KM VII, Rabu (3/9).

Menurutnya, pinjaman tahun 2025 digunakan sebagai talangan kas untuk menutup kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, termasuk UMKM yang terlibat dalam proyek pemerintah.

“Kalau hanya mengandalkan PAD, penerimaan datang bertahap setiap bulan, sementara kebutuhan belanja ada yang harus dipercepat. Maka kita ambil pinjaman talangan agar kewajiban bisa segera dibayar. Cicilan berjalan dan ditargetkan lunas 31 Desember 2025,” jelas Zulhidayat.

Bacaan Lainnya

Untuk 2026, rencana pinjaman masih dalam kajian. Pemerintah sedang menghitung kemampuan bayar serta menyeleksi vendor yang menawarkan kerja sama. Semua dilakukan secara transparan dan terukur.

Prioritas utama diarahkan pada penanganan banjir. Pemko tengah menyiapkan kajian pembangunan kolam retensi di kawasan rawan seperti Jalan Sulaiman Abdullah dan Kampung Kolam, dengan kebutuhan anggaran sekitar Rp7–8 miliar untuk pembebasan lahan. Pembangunan fisiknya akan dibiayai melalui APBN oleh Kementerian PUPR.

Selain banjir, pemerintah juga menekankan pelayanan publik. Beberapa kantor kelurahan masih tergenang saat hujan deras, dan sejumlah sekolah harus menjalankan dua hingga tiga shift karena keterbatasan ruang belajar.

“Itu PR yang harus segera dipercepat, termasuk layanan kesehatan dan pendidikan, agar masyarakat tidak lagi dilayani dalam kondisi terbatas,” tambah Zulhidayat.

Dari sisi keuangan, tahun 2026 relatif lebih lapang. Namun mulai 2027 hingga 2030, pemerintah harus mencicil pinjaman.

Karena itu, peningkatan PAD menjadi kunci, bukan dengan menaikkan tarif, melainkan menutup kebocoran penerimaan.

Sektor parkir disebut memiliki potensi besar, tetapi masih rendah realisasinya. Sistem non-tunai akan diterapkan agar lebih transparan. “Semua upaya ini ujungnya untuk masyarakat,” ujarnya.

Zulhidayat menegaskan, pinjaman daerah selalu masuk dalam struktur APBD, diawasi DPRD, dan diaudit BPK.

Aturannya juga memastikan pinjaman tidak boleh melewati masa jabatan kepala daerah.

“Tidak ada pinjaman yang diwariskan. Semua terpantau dalam mekanisme pertanggungjawaban APBD,” tegasnya.

Menurutnya, pengalaman tahun ini sudah menunjukkan manfaat pinjaman, mulai dari pembayaran tunda bayar UMKM hingga pembangunan infrastruktur.

Proyek seperti Jalan Bandara dan Jalan Merdeka kini berkembang menjadi pusat aktivitas ekonomi baru.

“Prinsipnya transparan dan terukur. Kuncinya kemampuan bayar dan manfaat untuk masyarakat. Best practice sudah ada, dan kami terbuka dengan masukan dari akademisi maupun pengamat,” tuturnya.

Pengamat Politik Stisipol Raja Haji, Ferizon, menilai jalur pinjaman bisa jadi solusi asalkan kemampuan bayar tetap terjaga.

“Risiko harus dihitung, tapi selama ruang pembayaran tersedia, masyarakat justru mendapat manfaat langsung,” katanya.

Sementara pengamat ekonomi STIE Tanjungpinang, Dimas Satriadi, menekankan pinjaman untuk pembangunan bukan hal baru, bahkan di negara maju.

“Yang penting penggunaannya produktif. Jika diarahkan ke infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pengendalian banjir, itu menjadi investasi sosial-ekonomi besar bagi masyarakat,” ujarnya.(*)

Editor: Don

Pos terkait