Periset BRIN Kembangkan Senyawa Hybrid Berbasis Radio-Fluorescent untuk Bedah Tumor

Periset BRIN Kembangkan Senyawa Hybrid Berbasis Radio-Fluorescent untuk Bedah Tumor
Hendris Wongso, periset BRIN kembangkan senyawa hybrid berbasis radio-fluorescent untuk bedah tumor. f. BRIN.
Periset BRIN Kembangkan Senyawa Hybrid Berbasis Radio-Fluorescent untuk Bedah Tumor
Hendris Wongso, periset BRIN kembangkan senyawa hybrid berbasis radio-fluorescent untuk bedah tumor. f. BRIN.

Bentan.co.id – Periset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil mengembangkan senyawa hybrid berbasis radio-fluorescent untuk bedah tumor.

Hendris Wongso Periset asal Kelompok Riset Teknologi Radiofarmaka, pada Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri (PRTRRB), Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), berhasil meraih Penghargaan Periset BRIN 2023.

Raut wajah bahagia dan senyuman ramah menunjukkan ungkapan rasa syukurnya. Dia terpilih sebagai salah seorang dari 12 periset yang menerima penghargaan tersebut, pada puncak gelaran Dua Tahun BRINteraksi.

Terkait penelitiannya tentang Radiofarmaka Teranostik Berbasis Sintetis dan Bahan Alam, dia menjelaskan, sejak 2021 dirinya melakukan riset pengembangan senyawa hybrid radio-fluorescent.

Bacaan Lainnya

Kegiatan riset itu berpotensi untuk dapat langsung dimanfaatkan oleh masyarakat.

Dalam beberapa tahun ke depan, dirinya berharap dapat menghasilkan produk untuk aplikasi image-guided surgery kanker pada bidang kedokteran nuklir/onkologi.

“Kami berhasil menyintesis beberapa senyawa radio-fluorescent baru sebagai kandidat untuk deteksi sel kanker pada proses image-guided surgery,” kata Hendris Wongso, seperti dikutip dalam laman BRIN di Jakarta, Selasa (9/5/2023).

Pria yang hobi olahraga itu, merupakan Sarjana S1 jurusan Biologi dari Universitas Tanjungpura Provinsi Kalimantan Barat, lulus 2010.

Pada 2015 hingga 2020, ia melanjutkan tugas belajar S2 dan S3 fast track di University of Wollongong Australia, jurusan Chemistry and Molecular Biosciences. Mulai aktif kembali sebagai peneliti pada 2020 hingga saat ini.

Tema risetnya terbilang baru di Indonesia, dan belum pernah dilakukan sebelumnya. Sebagai pionir, dirinya mendapati bahwa kegiatan riset ini cukup menantang.

Dia meyakini outcome yang akan dihasilkan dapat memberikan warna baru, bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, dapat berkontribusi positif pada proses penatalaksanaan kanker di Indonesia.

Menurutnya, hingga saat ini terdapat tiga jenis pengobatan yang paling sering digunakan bagi penderita kanker, yaitu kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan (surgery).

Pemilihan treatment yang tepat, sangat bergantung pada karakteristik kanker yang diderita pasien.

Pada umumnya pengobatan dengan metode kemoterapi, dan radioterapi lebih sesuai diberikan pada non solid kanker.

Sedangkan pada kanker yang berbentuk solid atau tumor, maka pembedahan/operasi (surgery) dapat menjadi pilihan yang tepat.

Keberhasilan pembedahan pada berbagai jenis tumor masih relatif rendah. Seiring dengan tingginya angka rekurensi (recurrence).

Rekurensi kanker artinya munculnya kanker paska operasi, atau pada rentang waktu setelah pasien dinyatakan sembuh.

Hal tersebut disebabkan oleh ketidaksempurnaan prosedur pembedahan, bahwa tidak semua sel kanker dapat diangkat.

Akibatnya, sel-sel kanker sisa tersebut dapat membentuk tumor baru (local recurrence). Bahkan menyebar, dan menjadi tumor baru di jaringan tubuh lainnya (metastasis).

Pada prosedur pembedahan, proses lokalisasi jaringan tumor oleh ahli bedah (surgeon) masih banyak mengandalkan teknik konvensional, yaitu dengan perabaan (palpasi) dan penglihatan (naked eyes).

Di lain pihak, penggunaan radiofarmaka untuk proses pembedahan (radio-guided) masih menyisakan banyak kelemahan. Terutama rendahnya resolusi gambar yang dihasilkan, sehingga teknik ini dinilai belum optimal.

Proses pembedahan tumor dengan menggunakan senyawa hybrid berbasis radionuklida dan fluoresen (radio-fluorescent), telah menjadi trend riset di beberapa negara maju.

Senyawa hybrid dapat diperoleh dari proses konjugasi (pelabelan) senyawa aktif/obat, dengan radionuklida dan fluorophore.

Pada aplikasinya, senyawa hybrid berperan sebagai tool untuk menuntun (guidance) prosedur operasi tumor.

Caranya dengan memberikan informasi yang lebih komprehensif dan akurat mengenai ukuran, letak, dan sifat morfologis suatu tumor.

Tentunya untuk memudahkan surgeon, dalam menghilangkan sel-sel tumor secara sempurna, tanpa merusak jaringan normal di sekitarnya.

BRIN merupakan lembaga riset pertama di Indonesia yang mulai mengembangkan senyawa hybrid untuk tujuan pembedahan tumor.

Riset tersebut dimulai pada 2020 dengan dukungan pendanaan (grant) dari Indonesia Toray Science Foundation (ITSF).

Pada 2022-2024, Hendris berencana melanjutkan pengembangan senyawa hybrid dengan fokus pada studi in vitro dan in vivo, hingga terbentuknya prototipe yang siap uji praklinis.

Tema riset yang terbilang baru ini memiliki potensi untuk menghasilkan terobosan di bidang ilmu pengetahuan. Sekaligus melahirkan produk unggulan di bidang onkologi, dan kedokteran nuklir.

“Tahapan riset untuk 2022, diawali dengan proses sintesis senyawa hybrid. Diikuti proses elusidasi dan karakterisasi molekul, analisis in vitro fluoresen imaging pada sel line kanker,” jelasnya.

Selanjutnya, melakukan studi uptake dan spesifisitas seluler, studi biokompatibiliti dan anti kanker, uji biodistribusi, dan uji coba pembedahan pada hewan model.
Jenis senyawa hybrid yang disintesis merupakan senyawa baru, mengandung unsur novelty dan originalitas yang tinggi. Memiliki proyeksi nilai ekonomi yang menjanjikan.

Untuk mengakselerasi tercapainya hasil yang optimal, riset ini dilakukan secara sinergi bersama beberapa mitra strategis, meliputi Universitas Padjadjaran, Universitas Jember, dan PT. Kalbe Farma.

Kedepan, dia dan tim nya berencana menginisiasi kerja sama internasional dengan para periset dari Australia dan Jepang.

Ia bercita-cita ingin menjadi peneliti yang mampu memberikan solusi terhadap permasalahan di masyarakat. Dia juga berharap, agar fasilitas dan iklim riset di Indonesia dapat menjadi semakin baik.

Hendris berpesan kepada para peneliti lainnya, untuk mengedepankan aktivitas kolaborasi. Dengan kolaborasi proses riset dapat diakselerasi, berjalan efisien, serta mampu menghasilkan output yang optimal.(*)

Editor: Brp

Dapatkan berita terkini dan terpercaya. Jangan ketinggalan like, follow, dan aktifkan notifikasimu sekarang: Fanspage Bentan.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *