
bentan.co.id – Kejaksaan Agung menanggapi tentang beredarnya video di media social terbongkar pengakuan seorang jaksa yang mengaku menerima suap perkara Muhammad Rizieq Shihab, Minggu (21/3/2021).
Video yang beradar dimedia sosial seperti facebook, Twitter, Instagram dan youtube yang menyebutkan“ terbongkar pengakuan seorang jaksa yang mengaku menerima suap kasus sidang Rizieq Shihab, innalillah semakin hancur wajah hukum Indonesia”.
Video yang mengkaitkan dengan penjelasan Yulianto, selaku Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi pada Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus kepada media tahun 2016.
Terkait beredarnya video tersebut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak
menyatakan, bahwa video penangkapan seorang oknum Jaksa oleh tim saber pungli Kejaksaan Agung adalah peristiwa yang terjadi pada bulan November tahun 2016 yang lalu dan bukan merupakan pengakuan Jaksa yang menerima suap kasus sidang Muhammad Rizieq Shihab.
“Penangkapan oknum Jaksa AF di Jawa Timur tersebut terkait dengan pemberian suap dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi penjualan tanah kas Desa di Desa Kali Mok, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep Jawa Timur,” kata Leonard.
Lanjut dia, pejabat yang menjelaskan penangkapan oknum Jaksa AF pada video tersebut, adalah Bapak Yulianto, yang saat ini sudah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Video penangkapan oknum Jaksa AF tidak ada kaitan dan hubungannya dengan proses sidang Muhammad Rizieq alias Habib Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang saat ini sedang di sidangkan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaaan Agung menegaskan bahwa informasi dalam video tersebut adalah tidak benar atau hoax.
“Kami juga meminta masyarakat untuk tidak menyebar-luaskan video tersebut serta tidak mudah percaya dan terprovokasi dengan berita bohong atau hoax sebagaimana video yang sedang beredar saat ini,”ucapnya.
Kepada masyarakat juga dihimbau agar tidak membuat berita atau video atau informasi yang tidak benar kebenarannya dan menyebar-luaskannya kepada masyarakat melalui jaringan media sosial yang ada.
Karena perbuatan tersebut dapat dijerat dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik khususnya pasal 45A ayat (1).
“Dimana setiap orang, yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan dipidana dengan pidana penjara 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar rupiah,” ujarnya.