Bentan.co.id – Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menghebohkan jagat maya.
Kebijakan yang mewajibkan potongan gaji untuk membiayai program ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Di satu sisi, program ini digadang-gadang sebagai solusi jitu untuk mengatasi krisis perumahan di Indonesia.
Dengan iuran wajib dari pekerja, diharapkan backlog perumahan dapat terurai dan mimpi masyarakat untuk memiliki rumah sendiri kian terwujud.
Pemerintah optimis bahwa Tapera dapat membantu 81 juta pekerja formal dan informal untuk memiliki rumah yang layak.
Potongan gaji sebesar 3%, dengan rincian 0,5% ditanggung pemberi kerja dan 2,5% oleh pekerja, dianggap sebagai langkah yang moderat untuk mencapai tujuan tersebut.
Namun, di sisi lain, kebijakan ini memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat.
Banyak yang merasa keberatan dengan potongan gaji yang dikhawatirkan akan mempersempit daya beli mereka, terutama di tengah situasi ekonomi yang belum stabil.
Kekhawatiran lain muncul terkait transparansi dan efektivitas pengelolaan dana Tapera.
Masyarakat mempertanyakan bagaimana dana tersebut akan dikelola dan diaudit, serta apakah program ini benar-benar mampu mewujudkan mimpi mereka untuk memiliki rumah.
Pro kontra ini pun ramai dibicarakan di media sosial. Tagar #Tapera menjadi trending topic dengan berbagai cuitan dan komentar yang mencerminkan kekhawatiran dan harapan masyarakat.
Berikut komentar warganet:
“Setuju dengan Tapera, asalkan pengelolaan dananya transparan dan akuntabel. Jangan sampai rakyat dikuras lagi.” – @PeduliRakyat17
“Potongan gaji ini memberatkan, apalagi di masa serba susah begini. Pemerintah harus pikirkan solusi lain.” – @BuruhMelawan
“Tapera bisa jadi solusi untuk backlog perumahan, tapi sosialisasi dan edukasi ke masyarakat harus lebih masif.” – @PakarEkonomi.(*/Don)
Editor: Don