bentan.co.id – Sebanyak 170 pelaku UKM Tanjungpinang mengikuti diskusi virtual bersama JNE, Jumat (22/10/2021). Mereka bertukar pikiran mengenai strategi bertahannya bisnis di tengah pandemi dan setelah masa krisis.
Head of North Sumatra Region JNE Edwina Yudianti
membuka diskusi dengan meyakini UKM akan mampu melebarkan sayapnya hingga pasar mancanegara, tentunya dengan digitalisasi dan pemanfaatan sarana penjualan digital.
Hadir pula Branch Manager JNE Tanjungpinang, Wilia Octadina yang menilai dengan tagline JNE yaitu Connecting Happiness, JNE berupaya untuk terus mengantarkan kebahagiaan termasuk dengan berbagai kegiatan sosial seperti bantuan sembako, pembangunan fasilitas publik, dan lain sebagainya.
Menyadari pentingnya ekspedisi dalam keberlangsungan usaha, berbagai program layanan pengiriman tentu menjadi nilai tambah yang bisa dipertimbangkan pegiat UKM dalam rangka meningkatkan efektivitas transaksi jual beli.
“JNE Tanjungpinang siap berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk memberikan solusi bagi para UKM,” ujar Wilia.
Dalam mencapai tujuan tersebut, Wilia mengungkap terdapat berbagai upaya dari JNE seperti dihadirkannya promo ongkos kirim berkala bagi UKM, gratis ongkir, Cash on Delivery (COD), dan jemput paket tanpa minimal berat.
Mewakili para pegiat UKM Tanjungpinang, owner Citra Sari Kartika Kusumastuti dan Tyas Susilowati selaku owner Melajoe Batik. Kedua wanita ini kemudian mengungkap kisahnya pertahankan bisnis dengan digitalisasi.
“Kalau kita mau memenangkan pasar, kita harus punya pembeda. Menurut pengamatan saya kue tradisional memiliki daya tarik tersendiri, banyak penggemar dari berbagai usia,” ujar Kartika yang telah menekuni usaha kulinernya sejak 19 tahun silam.
Tak lekang oleh pandemi, Kartika terus membangun usaha dengan kolaborasi. “Kami bekerja sama dengan berbagai pihak yang awalnya tidak terpikir sama sekali. Salah satunya kita mengolah healthy food. Ini kami bekerjasama dengan klinik, tentunya menimbulkan pasar baru. Pandemi ini justru kita banyak waktu untuk mau eksplor potensi diri sehingga yg belum pernah kita garap dapat pangsa pasar yang baru,” ungkapnya.
Bagi Kartika, inovasi-inovasinya terus beriringan dengan branding di ranah digital baik melalui sosial media dan marketplace. Hal ini sejalan dengan kisah Tyas Susilowati pendiri Melajoe Batik.
Kreativitas dan filosofis menjadi dua hal yang lekat dengan pendirian Tyas membangun usaha batiknya. Bermula dari keprihatinan Tyas melihat minimnya batik khas Tanjungpinang yang diketahui khalayak luas, Tyas menyampaikan inovasi kepada pemerintah daerah dengan menawarkan motif batik produksinya sendiri yang khas dengan kearifan melayu.
Siapa sangka, keberaniannya mendatangi pemerintah didukung hingga akhirnya menjadi salah satu pedagang batik tersohor di Tanjungpinang.
“Ini soal bagaiamana cara mengimplementasikan isi pikiran kita ke selembar kain. Setiap kain selalu saya trademark Melajoe Batik. Saya ingin batik di tanah melayu ini berlari, tidak hanya motif itu-itu saja,” katanya.
Begitu mendapati makna filosofis tiap motif batiknya, Tyas lantas fokus menjajakan Melajoe Batik melalui sosial media. “Kanal digital saya akui sangat bermanfaatkan sekali, 70% saya berjualan via online. Caranya dengan menyebarkan testimoni. Semuanya kami screenshot, mulai dari percakapan di instagram, pesanan orang, lalu kita sebarkan. Disinilah letak jual belinya. Orang tertarik dan percaya bahwa produk tersebut memang ada,” tukas Tyas.
Kaitannya dengan pemanfaatan pemasaran digital, Tyas menyatakan harus banyak berlajar dengan yang muda-muda, tidak hanya dari followers nya saja yang banyak tapi bagaimana cara menyajikan produk tersebut agar bisa diterima oleh teman semua sesuai dengan kebutuhan.
“Caption juga mempengaruhi, kalau bisa dijelaskan filosofi motifnya. Jadi orang tahu dia beli motif apa,” ucapnya.