Bentan.co.id, Tanjungpinang – Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) secara resmi meluncurkan program pemanfaatan sisa tambang bauksit di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) di Tanjung Moco, Dompak, Kota Tanjungpinang, Senin (28/7/2025).
Program ini merupakan inisiatif Desk Koordinasi Peningkatan Penerimaan Devisa Negara (PPDN) di bawah koordinasi Kemenko Polhukam, dan menjadi proyek percontohan nasional dalam pengelolaan aset tambang negara yang tidak termanfaatkan.
Acara peluncuran dihadiri oleh Wakil Menteri Koordinator Polhukam Letjen TNI (Purn) Lodewijk Freidrich Paulus, Plt Wakil Jaksa Agung Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, Sekretaris Jaksa Agung Muda Intelijen Sarjono Turin selaku perwakilan Desk PPDN, serta Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad.
Berdasarkan hasil identifikasi, terdapat sekitar 2.000.450 metrik ton sisa bijih bauksit yang tersebar di beberapa titik penyimpanan sementara (stockpile) di wilayah Bintan dan Tanjungpinang.
Sisa material ini merupakan dampak dari kebijakan larangan ekspor mineral mentah sejak 2014 dan penindakan hukum terhadap aktivitas pertambangan ilegal.
Potensi ekonomi dari material tersebut diperkirakan mencapai Rp1,4 triliun dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Wamenko Polhukam Lodewijk menyatakan bahwa keberhasilan program ini menunjukkan efektivitas koordinasi lintas sektor.
“Model kerja yang dijalankan oleh Desk PPDN terbukti efisien. Kami mendorong pendekatan ini diterapkan di wilayah lain untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari aset yang selama ini belum dimanfaatkan,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya kebijakan fiskal nasional yang memperkuat posisi ekonomi Indonesia di tengah situasi global yang dinamis.
Salah satunya adalah penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025, yang mewajibkan hasil ekspor sumber daya alam non-migas disimpan di rekening khusus dalam sistem keuangan nasional selama 12 bulan.
Plt Wakil Jaksa Agung, Asep Nana Mulyana, menekankan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil dari pendekatan kolaboratif, yang disebut sebagai model hexa helix, melibatkan unsur pemerintah, penegak hukum, pelaku usaha, masyarakat, dan tokoh adat.
“Model ini dapat dijadikan acuan nasional untuk menyelesaikan berbagai persoalan aset tambang lainnya seperti emas dan batu bara yang saat ini belum dikelola dengan optimal,” ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh Sarjono Turin yang mewakili Desk PPDN. Ia menambahkan bahwa proses pengelolaan aset ini dimulai dari investigasi lapangan hingga pembentukan satuan tugas koordinasi lintas sektor.
“Langkah ini tak hanya meningkatkan potensi PNBP, tapi juga memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha,” jelasnya.
Gubernur Kepri Ansar Ahmad menyambut baik peluncuran program ini. Ia berharap agar daerah penghasil juga mendapatkan manfaat fiskal secara langsung dari devisa yang dihasilkan.
“Wilayah perbatasan seperti Kepri memiliki tantangan tersendiri. Kami berharap ada porsi yang dapat memperkuat anggaran daerah guna mendukung pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, total sisa stockpile tambang bauksit di Kepri mencapai sekitar 4,25 juta metrik ton, dengan nilai estimasi mencapai Rp1,4 triliun.(*)
Editor: Don