
Bentan.co.id – Seorang warga Kelurahan Batu 9, Tanjungpinang, AP Sembiring mengaku menjadi korban praktik mafia tanah. Ia bersama Kuasa Hukumnya Agus Riawantoro berencana melaporkan seorang warga inisial SW ke Polres Tanjungpinang.
AP Sembiring mengungkapkan lahan yang berlokasi di Kelurahan Batu 9 dan telah dikuasainya sejak tahun 2004 akan dibuatkan sertifikat. Untuk mengurus keperluan administrasi, Sembiring lantas menemui SW di Kantor Kelurahan Batu 9.
“Saat saya ke Kelurahan Batu 9, saya ketemu SW, saya kira dia staf Kelurahan, saya minta uruskan surat pengoperan,” ucap Sembiring.
Setelah itu, katanya lagi, SW dan team kelurahan turun ke lokasi untuk mengukur bidang tanah itu, karena bidang tanah itu sebelumnya telah di Kavling-Kavling oleh pemilik sebelumnya, maka dikeluarkan bidang-bidang yang sudah terjual.
Lanjutnya, setelah mendapatkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh SW dan Team Kelurahan. Ia hanya mendapatkan bidang tanah dengan luas 13.000 meter persegi.
“Saya sempat protes ke SW, kok bidang tanah saya kurang jauh, kata dia (SW) ya ini yang didapat dan bidang sebelah barat itu milik itu orang Jakarta,” ungkapnya.
Tetapi, seiring berjalan waktu, tahun 2017, SW meminta tanda tangan persetujuan sempadan atas beberapa surat yang tengah di urus oleh SW. Saat itu, Sembiring menemukan 1 berkas sporadik tanah atas nama Budi Santoso dengan posisi bidang bertepatan di sisi barat tanah miliknya.
“Timbul kecurigaan saya, dan menolak untuk tanda tangan karena kenapa harus ada orang baru yang mengklaim serta mengurus surat surat dilahan itu, kan kata (Dia) punya orang Jakarta, dan saya pikir itu adalah bidang tanah yang diperoleh dari pemilik sebelumnya, tapi tidak masuk ke dalam hasil ukur, karena orang jakarta yang SW maksud tidak pernah sama sekali berkunjung ke lokasi,” ungkapnya.
Atas hal tersebut, Sembiring dan Kuasa Hukumnya mencoba melakukan langkah-langkah penyelesaian seperti bertemu hingga menyurati Kelurahan Batu 9, dan hingga saat ini masih belum ada penjelasan dari pihak Kelurahan. Bahkan, beberapa instansi seperti BPN juga telah diminta untuk memblokir jika ada pengajuan bidang tanah di lokasi itu.
Oleh karena tanpa adanya kejelasan, di tahun 2017, siapa pemilik tanah itu, BPN tiba-tiba menerbitkan sertifikat tanah di lokasi tersebut.
Menurut kesaksian sembiring yang setiap hari melakukan aktivitas di lokasi tersebut tidak pernah mengetahui ada petugas ukur, pemasangan tanda batas, staf kelurahan maupun BPN yang melakukan aktivitas di lokasi sebelum terbit sertifikat.
“Dalam hal ini, saya dan kuasa hukum saya telah menyurati kantor Lurah Batu 9, kecamatan sebanyak 2 kali, guna mempertanyakan surat induk yang dan juga jumlah persil yang telah di keluarkan dari surat tersebut. hingga kini belum ada tanggapan,” pungkasnya.